Titik Koma

Minggu, 29 Maret 2020

Aku harap kamu mengerti, bahwa yang kamu kira titik bisa jadi ternyata adalah koma. Yang kamu kira henti, bisa jadi ternyata jeda. Hidup kadang bisa terlalu membingungkan, membuat malas berpikir barang sedetik saja. Tapi, kalau ternyata koma yang kamu kira titik itu adalah apa yang benar-benar kamu yakini... ya, sudah, tak apa. 

Kangen Pake Jeans

Kamis, 26 Maret 2020

Lagi makan, lalu tiba-tiba kepikiran. Kok rada kangen ya pake celana jeans? Rasanya sudah lama banget gak pake celana jeans, sudah sejak kelas 11 SMA. Berarti, sudah 6 tahun. Wow.

Perbuatan yang cukup ekstrim yang pernah aku lakukan untuk berkomitmen gak menggunakan jeans lagi adalah dengan ngasih semua celana jeans-nya ke orang lain. Iya, semuanya. Jadi, gak ada alasan lagi untuk aku balik pake jeans lagi.

Mungkin seharusnya begitu lah aku memperlakukan kenangan yang terus terusan menghantui aku. Buang semuanya sampai tidak tersisa sekalian. Biar gak ada lagi alasan untuk menengoknya kembali. Lalu, mulai mencintai apa-apa yang ada saat ini.

Tapi, tentu saja hidup tidak semudah itu. Kalau bisa semudah itu, pasti gak bakal ada peminat karya-karya sastra melankolis mendayu-dayu yang selalu berbicara tentang kenangan, mantan, dan rasa sakit karena ditinggalkan.

Ya sudah lah, ya. Berproses emang gak mudah. Apalagi kalau kita tidak tau dan tidak bisa meraba-raba apa yang akan terjadi selanjutnya. Karena pada dasarnya, manusia selalu haus akan kontrol dengan apa-apa yang akan terjadi dalam hidupnya. Manusiawi.

Mungkin, karena itu lah manusia harus juga pandai berserah. Melatih sabar dan ikhlas kalau suatu waktu apa yang diinginkan dan diharapkan tidak berjalan sesuai kehendak masing-masing individu.

Pada akhirnya, tanpa kekuatan Tuhan, manusia bisa apa? 

Akhirnya Begini

Rabu, 25 Maret 2020

Pernah gak sih ada di posisi di mana kalian benar-benar ngerasa gak punya daya apa-apa atas apa yang terjadi sama kalian? Akhirnya, cuman bisa pasrah. Berdoa setiap waktu minta disembuhkan dan diberi keikhlasan sama Tuhan.

Ketika berada di level ini, benar-benar berasa doa yang dirapalkan kelewat tulus. Benar-benar dari hati. Karena ya mau apa lagi? Mau gimana lagi? Ketika keadaan sudah tidak bisa diusahakan, dan kita diminta untuk menerima dan ikhlas... pilihan satu-satunya, ya, kuatkan diri sendiri untuk itu.

Yang kuat ya, Ka. Kamu sudah bagus sejauh ini. Kamu tau betul usaha apa saja yang sudah kamu lakukan, kemajuan apa saja yang kamu capai. Walaupun mungkin orang-orang di luar sana akan mencaci kamu dan bilang kamu terlalu berlarut-larut. Yaudah, gak apa-apa. Karena pada akhirnya, yang tau banyak tentang kamu ya dirimu sendiri. Pada akhirnya, yang merawat dirimu sendiri saat semua orang sibuk mencaci dan menghakimi, ya dirimu sendiri.

Yang kuat ya, Ka. Hadapi aja. Jangan lari... lagi. Kita sama-sama, ya, Ka. 

Tentang Apa-Apa yang Tidak Terucap

Selasa, 24 Maret 2020

Aku sampai di titik itu,
memilih untuk bungkam sesekali. 
Meski bungkam yang aku miliki, 
perlahan mulai menggerogoti nafasku sampai rasanya aku sesak sekali. 

Banyak hal yang aku pilih untuk disembunyikan saja
Bukan karena dia benar, dia salah, aku benar, aku salah dalam mengeja
Tapi, 
ku pikir semua memang sudah cukup adanya. 

Mereka bilang, 
kata itu netral adanya. 
Namun, bagaimana kita mempersepsikannya yang kadang membuat kata terdengar hina.
Aneh, ya? 
Sesuatu yang cantik dan disematkan ketulusan, bisa berubah menjadi luka. 

Menulis Lagi

Sungguh aneh, di hari ini tepat jam 11.14 pagi memilih untuk menulis lagi. Sebenarnya, aku rutin nulis udah dari pertengahan tahun kemaren. Tahun termengerikan dalam hidup haha. Ketawa pake haha tapi sebenarnya jalo diingat, masih kerasa segar aja lukanya.

Beberapa minggu ini (atau bulan?) berusaha untuk memininalisir bersentuhan dengan orang banyak dan berusaha untuk menghindar dari keramaian orang-orang yang kenal aku. Semakin hari, semakin sesak rasanya.

Pernah gak kalian mikir, kalian ini lagi ngapain sih? Lari terus, tapi kenapa kok lari? Lari dari apa emangnya? Kalian berpikir bahwa kalian sedang self-healing, kalian merasa kalian baik-baik saja. And, boommmm!!! Tiba-tiba ada satu momen di mana kalian tersadar bahwa kalian tidak sedang menyembuhkan luka, tapi lari bersama luka yang masih terbuka lebar sehingga saat kalian tengok lagi luka itu... luka itu semakin membusuk ke dalam.

Lebay banget parah. 

But, that's how I felt. I thought I was fine, but I'm not.

Aku berharap aku tidak ditemukan.