dan, selesai.

Jumat, 28 Mei 2021

Judul tulisan hari ini diambil dari judul lagu terbaru Nadin. Iya, aku salah satu pendengar setia lagu-lagu Nadin Amizah. Lagu-lagunya menemaniku setiap aku sedih, kebanyakan. Kebanyakan lagi, lagu-lagunya mengingatkanku tentang mantanku. Setiap mendengar lagu Nadin, entah kenapa film dengan aku dan dia sebagai pemerannya selalu terlintas begitu saja.


Bulan Juni 2019 adalah kali terakhir aku melihatnya. Kali terakhir aku tertawa dengannya. Kali terakhir aku melihat senyumnya, wajahnya yang selalu usil, tapi sikapnya yang selalu membuatku tenang. Sebelum, akhirnya kini, dia dengan yang lain. Kalau saja aku tau itu adalah kali terakhir kami bergandengan tangan sebagai sepasang kekasih, mungkin aku akan menangis dan meminta dia untuk tidak pulang kembali ke kota itu. Aku akan memeluknya erat, sambil menangis terisak karena tidak rela kehilangan orang yang sangat aku sayang. 


Tapi, lagi-lagi aku berpikir, kenapa sih aku selalu saja mendramatisir sesuatu yang memang sudah mati? 


Dia sudah lama tidak mencintaiku. Dia memang selalu begitu dari dulu. Aku hanya sebagian kisah dari perjalanan cintanya. Aku saja yang selama ini mebodohi diriku sendiri berpikir bahwa dia mencintaiku seperti aku mencintainya. Nyatanya, dia akan selalu menjadi lelaki yang seperti itu. Dari dulu. 


Tapi, rasanya menyakitkan sekali. Menyakitkan untuk melupakannya. Menyakitkan untuk mengingat dia sebagai sosok yang buruk. Menyakitkan untuk menyadari kalau orang yang aku cinta setengah mati, bukan lah sosok itu lagi. Aku tidak pernah tau kalau mencintai seseorang akan terasa sangat menyakitkan, seperti sekarang. 


Tapi, aku juga tidak menyangkal seribu juta kebahagiaan yang hadir semenjak aku jatuh cinta dengannya. Aku juga tidak menyangkal semua kebaikan hatinya, meski pun aku tidak tau apakah itu nyata atau tidak. Aku juga tidak menyangkal kalau aku sayang dengan orang itu, dan sepertinya aku akan tetap begitu.


Tapi, semuanya sudah selesai. Untuk apa menyelamatkan cerita yang sudah lama diberi titik? Kesannya, aku hanya mendongeng dan akhirnya menjadi sebuah cerita baru yang tidak masuk akal. 


Aku merindukan dia, tapi aku juga membencinya setengah mati.


Him

Sabtu, 22 Mei 2021

I saw him in my dream last night. Dia adalah dia yang aku kenal dulu, dengan senyum hangatnya. Dengan hati baiknya yang aku tau hanya untukku. Dengan lelucon lucunya yang selalu membuatku tertawa. Dan, dengan rasa aman nyaman yang selalu membuatku betah di dekatnya.

Aku baru sadar kalau aku sangat kangen sama orang ini. Tapi, dengan dia versi yang dahulu. Entah kenapa aku merasa sedikit bahagia karena bisa melihat dia di dalam mimpiku. 

Hey, you, I miss you so much. Tapi, gak mungkin aku bilang dan aku juga males sih bilang. 

to be loved

Minggu, 16 Mei 2021

Siang ini, setelah membaca salah satu buku dari John Gray, aku menyadari satu hal. Ketika aku jatuh cinta dengan seseorang, itu bukan karena apa yang terlihat. Bukan karena dia si keren, bukan karena dia tampan, bukan karena dia mapan.


Tapi, pertama kali aku merasa bahwa dia adalah orang yang aku perlukan adalah ketika aku merasa didengarkan. Ketika dia merasa sangat terhibur dan excited dengan cerita-ceritaku yang biasa-biasa saja. Ketika dia bisa memvalidasi perasaanku tanpa menghakimiku.


I kinda miss that person, right now. 

Sebuah Cerita Tentang Masa Lalu

Sabtu, 15 Mei 2021

Blog ini sudah ada sejak aku SMA, tapi beberapa postingan udah aku hapus sejak 2019 akhir. Aku ingin blog ini menjadi catatan perjalananku yang tidak diketahui orang lain. Aku menulis di sini tanpa takut untuk dihakimi atau dicap aneh oleh orang lain. Alasanku untuk tidak membagikannya ke orang lain, aku takut akan ada beberapa orang yang memberi label kepadaku sebagai si orang yang sedih selalu. Nyatanya, aku hanya manusia yang memiliki berbagai macam emosi. Termasuk kesedihan.


Bukan, bukannya aku selalu berlarut-larut dalam kesedihan (seperti apa yang pernah dikatakan mantanku), akan tetapi, caraku memandang dunia memang seperti ini apa adanya. Aku bukan si selalu kuat. Tapi, aku adalah si yang kalau sedih ya sedih aja. Kenapa aku harus menyembunyikan rasa sedih ku hanya agar mendapat validasi keren dari orang lain?


2019 lalu adalah tahun tersulit yang pernah aku alami sepanjang hidupku. Tapi, aku sangat bersyukur karena pada saat itu aku memiliki banyak orang-orang baik di sekitarku, yang membuatku merasa kalau beban itu tidak aku pikul sendiri.


Aku tidak ingin bilang kalau orang-orang yang memusuhiku dulu adalah orang jahat. Jahat menurutku, belum tentu jahat untuk kebanyakan orang, kan? Aku hanya tidak suka diperlakukan seperti itu. Ditinggalkan tanpa alasan yang jelas, dibuang begitu saja. Tiba-tiba mantanku sudah punya yang baru. Padahal, urusan sebelumnya belum benar-benar selesai. Lalu, itu semua berujung kepada hal-hal menyebalkan lainnya.


Kesalahanku adalah, aku terlalu banyak memberi ruang untuk orang lain menyakitiku. Saat itu, aku belum mengerti bahwa there's nothing you can do kepada orang yang sudah tidak ingin diperjuangkan. Dia pacar pertamaku. Pertama kali aku benar-benar merasa kalau ada kok orang lain selain keluarga, atau teman dekat, yang rasanya seperti kalian sudah mengenal sejak lama. Dia orang pertama yang aku sayangi sekali setelah orang tuaku. Rasanya, aku sangat bahagia pada saat itu. Sehingga, sulit sekali untuk aku memproses segala kebingungan dan kekecewaanku pada saat itu.


I was naive and childish. I thought that if we love someone, they will never betrayed us. Haha.


Rasanya sangat menyesakkan. Belum selesai aku memproses rasa kehilangan, lalu aku dihajar dengan perasaan diabaikan saat mengetahui dia sudah punya penggantiku 2 minggu kemudian (or less?). Lalu, babak belur karena aku dicacimaki tanpa dimengerti sama sekali.


Sampai saat ini, terkadang aku masih berpikir, bagaimana ya kalau mereka ada di posisiku saat itu? Berada sangat jauh, untuk menjelaskan perasaanku hanya bisa lewat pesan singkat saja. Sedangkan, mereka tentunya lebih mudah mengerti satu sama lain karena berada di tempat yang sama. I wish they knew how hard it is for me, back then. But, it's just a useless wish, right?


Banyak sekali potongan-potongan kejadian menyedihkan pada saat itu, hingga akhirnya aku memutuskan untuk benar-benar no contact dengan mantanku. It was really hard. Aku selalu berpikir, gimana sih bisa menghapus seseorang dari hidup kita padahal rasanya orang tersebut sudah mengisi hampir seluruh bagian hidup kita? it was so frustrating. Tepatnya, itu di bulan Oktober. Untuk melihat sosial medianya saja, aku tidak memberi ruang untuk diriku melakukan hal tersebut.


Tapi, ternyata bisa. 


I was protecting my own self for being hurt. 


Hari-hari ku saat itu sangat kelam dan penuh tangis. Aku sesak sekali dengan kebencian. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan begitu membenci orang lain, dan rasanya sangat sakit. Aku meminta Tuhan untuk menyembuhkan hatiku. Dari rasa benci, kecewa, sedih, dan marah. Itu membutuhkan waktu yang sangat lama, dan prosesnya sangat tidak mudah.


Ada hari di mana terkadang aku sangat merindukannya. Ada hari di mana aku selalu teringat akan kebaikannya. Dia memang lelaki yang baik sekali, yang lembut sekali hatinya. Aku masih mengakui itu. Bagaimana pun, aku pernah mencintai dia dengan amat sangat pada saat itu.


Ketika aku membaca blog ini lagi, aku sangat kagum melihat perubahanku. Di tahun lalu, aku masih sangat sedih dengan apa yang terjadi di 2019. Di tahun ini, aku sudah cukup membaik.


Semoga, semoga, semoga, Tuhan beri kesembuhan. Aamiin. 

be kind, guys.

Jumat, 14 Mei 2021

Satu hal yang selalu aku sadari setiap harinya ketika aku memasuki usia dewasa adalah, setiap orang punya perjuangannya masing-masing. Setiap orang punya sedihnya masing-masing. Mau itu si pemarah, si baik hati, si keras kepala, si selalu mengalah, si sulung, si tengah, si bungsu, si tunggal. Ketika kita mau meluangkan waktu untuk mendengarkan kisah mereka, melihat sisi paling rapuhnya, dan (kalau bisa) mengerti... itu bikin hati kita jadi lembut.


Sialnya, terkadang "tangki" kita untuk ngertiin orang lain tuh keburu habis untuk diri sendiri. Sehingga, jangankan untuk mengerti orang lain, untuk mendengarkan saja udah keburu habis energinya. Tanpa sadar, ini berujung pada keinginan kita untuk selalu dimengerti tanpa mau mengerti. Lucunya, ini hal yang wajar dan lumrah.


Kenapa?


Hati dan sisi kemanusiaan kita seringnya diketuk ketika terjadi konflik dan tekanan yang hebat. Pada kondisi tersebut biasanya mengeluarkan sisi paling rapuh yang manusia punya. 


"Aku capek!" 

"Memangnya cuman kamu yang punya hidup di dunia ini?!" 

"Kamu bisa gak sih ngertiin aku?!" 

"Kenapa sih harus aku yang selalu ngertiin orang lain?!" 

dsb dsb.


Aku cuman ingin berdoa, semoga Tuhan membantuku untuk menjadi manusia yang lembut dan bisa mengerti manusia lainnya, bisa berbagi kebaikan dan kebahagiaan dengan banyak orang. Aku berharap, aku selalu dipertemukan dengan orang-orang yang baik hatinya, sampai-sampai kebaikannya menyentuh hatiku dan membuatku menangis karena telah memiliki mereka (atau bahkan menangis, tersadar karena mereka baik sekali untuk aku si keras kepala). Dan, aku ingin, mereka tidak menyerah dengan aku walaupun aku semenyebalkan itu. Karena, aku pun gak mau menyerah untuk orang-orang baik tersebut. 


Semoga aku selalu ingat kalau sekarang aku sudah cukup banyak di kelilingi orang-orang baik, yang harinya tidak selalu baik. Semoga aku selalu dilapangkan dadanya untuk mengerti kalau mereka pun punya hari di mana dunia terasa sangat kejam, dan mereka mungkin akan menjadi orang yang berbeda dari di hari-hari terbaik mereka. Dan, itu gak apa-apa. 


Semua orang bisa menjadi sangat menyebalkan, tapi, mengetahui mereka tidak akan pernah menyerah dengan kamu... adalah hal terbaik yang pernah aku sadari saat ini. 


Dan, terima kasih untuk semua orang yang tetap bertahan walaupun aku seperti punya hari buruk setiap harinya. Terima kasih telah membersamai aku bertumbuh. 



sunyi.

Sabtu, 08 Mei 2021

Hari ini aku mau bercerita, tentang obrolanku dengan seseorang di tahun lalu. Dia bilang, "hati-hati, lho, kesepian tuh berbahaya". Waktu itu aku mengelak sambil terkekeh, karena aku tau betul apa yang harus aku lakukan agar kesepian yang aku lewati itu bermakna.


Lalu, di tahun ini, kalimat itu seakan menamparku. Keras. Sangat keras. Aku sangat kesepian rasanya. Aku sudah mulai bosan dengan apa yang selalu aku senangi dulunya. Aku ingin punya teman bercerita. Aku ingin punya seseorang yang bisa aku ganggu setiap saat tanpa aku harus merasa dan mempertanyakan "aku ganggu, ya?" 


Menjelang tengah malam, aku merasakan sunyi yang sangat amat. Banyak sekali kesedihan, kebimbangan, kegelisahan, kekecewaan, yang aku yakin hanya aku dan Tuhan yang mengerti. Kadang aku mempertanyakan, Tuhan, aku jahat sekali ya sampai-sampai dengan ditemani Tuhan saja aku merasa tidak cukup? 


Tuhan, bantu aku menjadi hamba yang selalu merasa cukup dan tidak bergantung apa-apa dengan manusia lain.


Tuhan,


aku,


kesepian.









berbincang.

Kamis, 06 Mei 2021

Hari ini aku kepikiran satu hal, kalau aku diberikan kesempatan untuk berbincang dengan Tuhan secara langsung dan Tuhan menjawabnya, apa saja ya yang akan aku tanyakan? Apakah aku akan menangis tersedu-sedu? Mengingat banyak hal yang menyakitkan dan membebaniku selama ini.

Aku akan bertanya, Tuhan, apakah aku bisa melewati ini semua? Akan kah ada kebahagiaan di ujung sana? Apakah aku bisa menggapai mimpi-mimpiku? Akan kah ada sosok pria yang hatinya sangat baik, yang mau mmebersamaiku? Apakah hatiku akan sembuh dari luka-luka di masa lalu?

Tuhan, bagaimana aku bisa melewati ini semua? Bagaimana agar aku bisa tetap kuat? Bagaimana aku bisa tetap berdiri tegak walaupun aku sendirian? Bagaimana aku bisa menjadi sosok yang aku ingin dan butuhkan?

Tuhan, dosaku banyak sekali, apakah aku dimaafkan? Aku memohon maaf banyak sekali karena aku lalai menjadi manusia yang baik. Aku masih belum cukup dermawan, belum cukup rendah hati, belum cukup pemaaf, dan banyak lainnya. 

Tuhan, saat ini saja aku ingin menangis. Aku ingin sekali berbincang. Aku ingin sekali menumpahkan segala beban yang hanya ada di kepalaku. Rasanya lelah sekali, berpikir terus. Tuhan, temani aku terus, ya? 

Setidaknya, aku akan selalu ingat kalau Tuhan membersamaiku selalu. Walaupun aku sedih sekali karena kadang rasanya aku ingin berbincang banyak hal, aku ingin berteman, aku ingin bercerita, aku ingin menangis, dan banyak lainnya. 

Banyak sekali hal-hal sedih yang aku lalui belakangan ini. Rasanya... sepi sekali. Mengangkat beban sendirian, bukanlah keahlianku. Rasanya aku ingin menangis tersedu-sedu, namun tertahan. Rasanya banyak hal yang Ingin aku perbaiki, tetapi aku merasa tidak mampu.

Tuhan, tolong aku, ya?