sedang redup

Rabu, 17 Juni 2020

Rembulan sedang redup
Cerahnya langit pun hilang
Puan dilanda gelisah lagi
Sampai bertanya, "sampai kapan?"

Harapan tak pernah putus
Dirapal dengan diksi seindah dan sehalus mungkin
Berharap Tuhan tersentuh
Dan semuanya berakhir

Sedihnya menjadi berisik lagi malam ini, 
"Tuhanku yang Maha Baik, kebaikanmu selalu membanjiri langkahku. Aku tau aku belum sepenuhnya baik, tapi Tuhan... bantu aku sembuh, ya?"

be kind

Senin, 08 Juni 2020

Agak menyebalkan ketika aku bercerita atau meunggah sesuatu yang bisa dikait-kaitkan dengan masa lalu, dan dikira bahwa aku berlarut-larut atau belum move on. Padahal faktanya, ya masih berasa aja sakitnya.

Ada hari di mana aku biasa-biasa aja. Lalu, ada hari di mana aku bisa nangis banget dan menyalahkan diriku terus-terusan. Lalu, esoknya aku akan baik-baik saja bahkan untuk berbulan-bulan. Dan, akan datang lagi hari di mana aku sangat sedih dan membenci diriku sendiri.

Iya, aku lebih memilih untuk membenci dan menyalahkan diriku sendiri daripada menaruh beban itu pada orang lain.

Aku benci karena membiarkan orang lain masuk terlalu dalam di kehidupanku. 

Aku benci aku diam saja diperlakukan seperti itu oleh orang lain. 

Aku benci dengan diriku sendiri karena mengizinkan orang lain untuk mengobrak-abrik 'rumahku', menghancurkannya, lalu pergi begitu saja tanpa bertanggungjawab untuk merapikan atau menyisipkan kata maaf yang tulus.

Lalu, aku akan berpikir begini: kenapa sih aku perlu permintaan maaf dari orang lain?

Dan, akan terdengar jawaban begini: ya udah ya, biarin aja. Ikhlasin aja, ya. Udah, ya?

Berakhir dengan aku menangis secara menyedihkan. 

Aku pikir begini konsepnya: Memaafkan dan mengikhlaskan adalah pelajaran seumur hidup, dan jika di tengah jalan kamu merasa kamu gagal, tidak apa-apa. Setidaknya kamu sudah berjalan jauh dan selalu berusaha mencobanya.

Dan, untuk siapapun. Kita memang tidak bisa mengontrol bagaimana perilaku orang lain terhadap kita. Tapi, kita bisa untuk selalu berhati-hati dalam berkata-kata mau pun berperilaku. Bisa jadi, bagi kita biasa saja. Namun, bagi orang lain... menyisakan luka yang amat dalam, yang susah sekali sembuhnya.

Be kind, always. 

huru-hara

Kamis, 04 Juni 2020

Kamu selalu bilang, bahwa aku wanita yang bodoh karena mau-mau saja saat kamu mengajakku berkencan hari itu. Di setiap itu pula, aku selalu siap untuk cemberut ke kamu sembari bilang, "aku sedih kalo kamu ngomong kayak gitu". 

Tanpa harus banyak berkata, tanpa harus banyak mengutip kalimat-kalimat cinta memabukkan khas para pujangga... kita sama-sama tau kalau cinta adalah apa yang dirasa, bukan apa yang dikata. 

Kamu bilang, kamu senang liat aku mengenakan pakaian-pakaian dengan warna cerah. Katamu, itu cocok dengan kepribadianku yang meriah. Katamu lagi, sederhanaku untukmu sudah sangat mewah.

Kamu selalu mengingatkanku kalau aku begini saja sudah sangat menawan. Tapi, kamu tau kan bagaimana cara berpikir para wanita, Tuan? 1000x kamu bilang bintang terindah di langit adalah sang puan, tetap saja pikirannya gaduh seperti suara petasan di malam lebaran. 

Ah, malam lebaran. Kamu ingat gak malam lebaran saat itu? Kita keliling kota, berpikir mau berbuka dengan apa, ujung-ujungnya makan bakso di dekat rumahmu. Kita pun terkekeh, hanya karena pipiku bulat seperti bakso urat, katamu. 

Sudah 10 tahun sejak terakhir tawa itu sirna, selama itu jua sudah kewarasanku mengikutinya.

Malam ini terasa tenang. Malam-malam selanjutnya, mungkin akan seperti sebelumnya. Berisik dan riuh. Kadang tertawa geli, kadang menangis nyeri. Alasannya? Masih sama seperti hari pertama di 10 tahun yang lalu. 

Kamu. 

Mungkin ini yang sering dibilang cinta gila, mencintai sampai aku lupa apa yang tersisa